Kamis, 06 Agustus 2015

Aku Bukan Senja

Aku adalah senja, ketika hadirku dirindukan banyak orang. Ketika lenyapku menyisakan kesedihan bagi dia yang peduli. Aku adalah senja jingga, sendiri menggantung di kaki langit, kesepian dan aku sendirian. Langit mulai gelap, menenggelamkanku dalam keremangan. Aku tenggelam.

Kau hadir bagaikan senja kedua, langit kedua dan malaikat kedua. Kau adalah cahaya dalam gelap, dian dalam remangku. Kau istimema.
Tapi kau tak bisa hadir terlalu lama, di sini bukan hidupmu, di sini bukan duniamu. Kamu adalah bayangan dalam kenyataan. Hadirmu adalah pemancing asa dalam jalanku. Kau terlalu sempurna.

"Aku memberimu nama Langit," bisikku lirih.

"Lalu, kamu adalah Lembayung Senja," jawabnya datar.

"Ya," jawabku.

"Tapi kamu bukan langit sungguhan. Kamu Langit, bukan langit," kataku yang membuatnya mengernyitkan dahi dan melipat tangan.

Aku berdiri, mengikat kembali rambut panjangku.

"Aku harus pergi."

"Ke mana? Lalu aku? Lalu kita?" tanyanya penuh tanda tanya.

"Apa? Kita? Tidak akan ada kita, yang ada hanya aku dan kamu, Langit."

Dia diam.
Aku diam.

Kuraih tangannya.

"Langit, aku bukan Senja. Pergilah, masih ada dan masih banyak senja yang berwarna jingga. Tapi bukan aku."

Aku melangkah pergi, meninggalkan seribu tanya dalam diri Langit. Langit pun mulai gelap, menghitam. Senja pun lenyap, tenggelam bersama tenggelamnya bayanganku di mata Langit.

Neilli, Taiwan
06 Agustus 2015

5 komentar: