Minggu, 19 April 2015

Boneka Gudang

Memang benar, tidak ada kata terlambat untuk minta maaf, tapi kata maaf tidak dapat mengutuhkan kembali gelas kaca yang pecah, sama sekali tidak bisa.

Sekuat apapun kita merekatkan kembali serpihan kaca itu, ia akan berubah bentuk, menganga dan terluka. Hati bukanlah benda yang sanggup kita sentuh, jika terluka kita bawa ke dokter, bukan, hati bukan benda seperti itu.

Cinta tidak hanya untuk memaafkan, tapi tentang harga diri dan kehormatan. Dia yang kau cinta, melukai hatimu dengan sengaja, biarkan dia pergi, lepaskan.

Jangan pernah terima lagi jika suatu hari ia datang kembali, kita tidak belajar benci atau berlatih dendam, tapi kita belajar tentang arti harga diri dan kehormatan. Jangan bodohkan diri sendiri pada cinta yang tak pasti. Yang kita rasa adalah hati, perasaan, bukan pelabuhan atau terminal angkotan.

Memaafkan, tidak berarti bisa bersama. Belajar memaafkan masa lalu, agar langkah ke masa depan terasa ringan.

Aku pernah menjadi bodoh karena cinta, diperlakukan seperti boneka usang yang tergeletak di sebuah gudang, setelah aku membebaskan diri dan berbaur bersama kehidupanku, aku bahagia. Dan aku tidak akan pernah mau menjadi boneka gudang.

Memaafkan itu pasti, tapi sejuta kata maaf tak mampu mengeratkan kembali serpihan gelas kaca yang kau lempar di lantai hati.

Taoyuan, 19 April 2015

Sabtu, 18 April 2015

Belajar Dari Hujan

Hidup tidak mungkin sempurna, secantik apapun, sekaya apapun, bahkan secerdas apapun kamu, tidak akan ada manusia dikatakan sempurna. Ikhlas contohnya. Bisakah kamu ikhlas? Tidak sedikit kita mendengar dan tahu banyak orang mengeluh tentang hidup. Belajar tidak harus pada manusia, ataupun orang yang kita anggap lebih pintar dari kita.

Hujan, kita mampu belajar ikhlas dari hujan, dari tiap tetes-tetesnya, dari kapan ia akan turun dan pada tempat di mana ia akan jatuh. Hujan turun karena Allah menghendaki, hujan turun ke bumi dan jatuh pada tempat yang mungkin tidak ia suka, tapi apa daya mereka? Hujan hanya pasrah pada ketentuan takdirnya.

Demikian pula manusia, Allah tahu kapan kita harus berduka kapan kita harus bersuka ria. Jalani saja hidup dengan ikhlas, apapun yang terjadi, kita pasrah, di manapun, kapanpun kita akan kenapa, semua atas skenario Allah. Laksana hujan, tetap ikhlas menerima di manapun ia jatuh. Dalam sungai, tanah lumpur yang lembut, atau bahkan batu kali yang keras. Kita terima saja, akan ada waktu di mana kita mampu berkumpul bersama. Semua indah pada waktunya. Jika belum indah? Berarti belum waktunya.

Jadi, kita nikmati hidup ini, tak peduli kamu siapa, di mana, dan jabatan apa. Yang dunia tahu, kamu tetap manusia yang tidak sempurna. Menikmati hidup, tiap liku dan lekuk tubuh bumi kita. Rileks dan mari nikmati.

Jangan takut salah, karena dari salah kita berangkat ke yang benar.
Jangan takut kesasar, karena dari kesasar kita temukan jalan baru.
Hidup ini indah, maka nikmatilah.

Taiwan 24 Maret 2015

Minggu, 12 April 2015

Adil Yang Bagaimana

Salah jalan, atau salah kata. Kadang seribu pertanyaan itu menjejak otakku, menuntut jawaban atas sebuah tanya tanpa jawab. Kala lidah terasa kelu, bibir kaku dan suara membisu. Diam.

Tidak ada yang salah dalam perjalanan, tidak ada yang salah dalam kehidupan, baik dan buruk semua adalah skenario. Tidak ada nama kebetulan dalam kamus hidup saya. Karena saya yakin, semua yang terjadi atas kehendakNya.

"Adilkah ini?"

Otak kananku selalu menjawab
"Ya, inilah keadilan."

Otak kiriku memprotes mentah-mentah, menunjukkan rasa tidak suka itu. Karena dia beranggap, ini bukan keadilan.
Hidupku bahagia, setelah aku berusaha memaafkan masa lalu, berdamai dengan masa lalu.

Ada kalanya, kita harus berterimakasih pada masa lalu, tanpa masa lalu, masa depan tidak akan tercipta. Perlahan tapi pasti lupakan, walaupun sakit itu menyayat hati kita. Lalu indahkan hidupmu, hormati diri kita dan lanjutkan hidup. Kecewa dan terluka dalam kehidupan adalah fitrah. Manusia tidak dapat disimpulkan hidup, kalau dia tidak merasakan susah, senang, suka dan duka. Karena itu semua adalah bukti bahwa kita masih hidup.

"Adil yang bagaimana ini? Apakah dengan aku disakiti tiap orang yang aku sayangi? Di situ peran kata 'adil' berfungsi?"

Ini adalah satu pertanyaan yang lahir dari hatiku selama ini, mencekik hebat jiwaku, dan memaksa aku untuk memberikan jawab yang nyata.

Ketika aku disakiti, ketika aku dikhianati, ketika cinta terbalas luka dan ketika setiaku berakhir dusta?
Aku pernah menangis, pernah galau dan pernah juga dua hari dua malam tidak makan karena dikhianati, dengan garis bawah, aku sakit hati. Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak, melanjutkan hidup pun serasa enggan. Tapi semua tidak boleh berlarut lama, aku bukan gadis cengeng, yang harus meraung-raung, mengemis cinta untuk kembali. Tidak. Itu bukan aku.

Berangkat dengan airmata, aku lanjutkan hidup, kuikuti semua organisasi, perkumpulan dan berbaur dengan orang-orang yang berprestasi. Berangkat dengan kecewa, berangkat dengan luka, aku menemukan aku siapa. Aku menemukan arahku ke mana. Dan aku menemui dunia baru. Lambat tapi pasti, luka dan duka terobati, mengering dan sembuh.

Berjuang merangkak menuju lebih baik, melupakan semua masa lalu, buang apa yang tidak penting, karena hidup ini singkat untuk memikirkan ketidak pentingnya sesuatu itu. Bentangkan sayap kebahagiaan, hentakkan kaki dan melangkahlah.....!!

Sambut harimu dengan senyum, apapun yang terjadi hari ini? Inilah kenyataan hidup. Jangan hindari, jangan takuti. Hadapi dan kalahkan. Berjuang untuk kebahagiaan hati dan berjuang mempertahankan arti hidupmu.

Berhenti sesali masa lalu. Diam.
Hidup ini milik kita dan kita berhak bahagia. Masa lalu? Lewat.

Taoyuan, 13 April 2015

Rabu, 08 April 2015

Jeritan Negeri

Aku mendengar sebuah jeritan
Mendengung di antara ribuan pohon dan gunung
Menjejak, melengking dan menggema di penjuru dunia
Suara apa itu?
Jeritan penuh iba

Ya...
Negriku menangis
Bumi ku menjerit menahan pilu yang terkikis
Jeritan iba
Bak sayatan pisau mencium daging segarku
Berduka
Perih dan sakit yang menusuk dalam pori-pori jiwa

Bumiku...
Diamlah sebentar
Mari kita busungkan dada dan berdiri
Melangkah maju dengan badan kekar
Mengejar cita-cita dalam pelukan bumi pertiwi
Jangan lagi menjerit dan meratap pilu
Semoga pemimpin bangsaku mendengar jeritanmu

Taiwan, 07 April 2015