Minggu, 23 Agustus 2015

Senja Telah Pulang

Aku di sini. Tanpamu.
Memilih diam dan memeluk erat potretmu. Ditemani senja yang mulai ditelan petang. Mulai berubah menjadi hitam, kelam dan gelap. Di sini aku tenang, potretmu nampak menyunggingkan senyum penuh keikhlasan. Kau adalah pengganti senja yang kelam. Bercahaya dan membaur menyatu dengan alam. Potretmu adalah simbol alam.

Aku ingin seperti senja, biarpun hadirku hanya sekejab tapi aku dirindukan banyak orang.

"Apakah kau juga rindu?"

Aku tidak perlu jawaban. Tatapan matamu yang teduh cukup menggambarkan. Bukankah segala kejujuran dan kebohongan ada pada pandangan?

"Kata siapa?"

"Kata hati."

Kita adalah alam, belajar menyatukan dua perbedaan. Merangkai nada demi nada hingga kita punya sebuah melody. Yang akan kita dengungkan, untuk alam, untuk dunia. Kita teriakkan pada alam. Pada bumi dan langit, jika perbedaan itu indah. Ibarat sebuah piano dan nada-nadanya. Ia tidak akan berirama jika hanya punya satu nada, dan ia tidak akan dinamakan piano jika cuma warna hitam saja.

Hitam dan putihnya piano adalah gambaran, satuan perbedaan yang menghasilkan irama. Kita adalah melody.

Senja telah pergi, meninggalkan hitamnya mendung yang menggantung di ujung sana. Seperti kamu.

Kulipat kembali potretmu, kubawa dalam tanjakan jalan hidupku, dan terjalnya perjalanan. Kau adalah putih dalam hitamnya pianoku. Kau adalah senja yang selalu kunanti setiap petang datang.

Senja telah pulang.

Taoyuan, 23 Agustus 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar