Minggu, 22 November 2015

Mimpi

Setiap manusia yang lahir, pasti punya mimpi, cita-cita, harapan dan impian.
Tergantung diri sendiri, mau diolah seperti apa mimpi itu.
Ada yang berjuang mati-matian, tak kenal putus asa walaupun sakit merintih, pedih.
Ada juga yang berjalan pelan, penuh kepastian dan percaya akan sebuah proses.
Tapi ada juga yang diam, berpangku tangan, menyerah pada keadaan dan selalu merasa jika mimpi hanya sebatas angan.
Dan aku?
Mungkin akan mempunyai pilihan yang terakhir. Bukan aku munafik atau licik.
Karena akan ada masa di mana aku telah lelah, tertatih untuk melangkah. Sementara akan ada seseorang yang puas dengan keadaan ini.

Aku pernah dibawa terbang.
Ketika sayap-sayapku mulai aku kepakkan, mulai mempunyai seberkas harap. Badai itu datang, mendorong kuat-kuat paruhku dan aku terjatuh. Jatuh dan jatuh. Sayap ini patah. Kaki ini terkilir, perih. Satu kali, dua kali bahkan sembilan puluh delapan kali, aku berusaha bangkit. Tapi aku gagal. Tidak ada yang membantuku, mereka pergi terbang dengan anggun. Tak acuh.
Aku bertepuk tangan dengan airmataku, aku bersorak dengan pedihku. Mereka adalah yang terhebat.

Aku masih terperangkap sepi. Terperangkap dalam tempat di mana sayapku gagal aku gerakkan. Aku tidak mau terbang lagi. Aku takut ketinggian. Aku trauma dengan ketinggian. Aku juga tidak butuh belas kasihan dari teman, aku juga tidak butuh rasa simpati dari kawan. Dalam sepiku aku menikmati, dalam gelapku aku berusaha memaksa bibirku tersenyum, walaupun tidak ada yang melihat. Biarkan para malaikat yang melihat.
Entah sampai kapan, berpangku tangan dalam rasa tak berdaya ini.

Taiwan, 22 November 2015