Senin, 06 Juni 2016

AYAH

Jika kalian menawarkan sebuah kemustahilan dan keajaiban. Aku akan meminta agar waktu diputar mundur. Waktu di mana luka di kaki lebih sakit dari pada luka di hati. Waktu di mana aku setiap malam masih tidur di dalam dekapan ayah.

Ayahku sosok lelaki sempurna di mataku. Kegigihannya menafkahi keluarga patut aku banggakan, meskipun pada akhirnya ia letih dengan takdir Illahi, dan aku harus pergi. Ya, aku pergi. Memunguti pundi-pundi dolar di negeri orang.
Ketika ayah bertanya, "bahagikah aku di sini?" Aku akan tetap tertawa renyah di balik telpon genggamku dan berkata dengan lantang, "sangat bahagia" dan ayah pun tertawa terkekeh-kekeh. Andai ayah tahu, jiwaku ingin pulang, memeluk ayah setiap malam, menyeduhkan secangkir kopi pahit setiap pagi. Tapi semua hanya sebatas mimpi.

"Nak, kamu tidak ingin menikah?"

"Menikah? Ehm ... iya, Yah."

"Ditanya kok bilang iya, gimana?"

"Ya, setiap orang pasti ingin menikah, Yah. Tapi, bukankah ayah yang dulu bilang, hidup mati, jodoh dan rejeki itu dari Allah. Kita sebagai umat-Nya hanya mampu berusaha dan berdoa," jawabku.

"Maafkan ayah, ya. Ayah tidak mampu menjadi kepala keluarga yang baik, yang seharusnya mampu menghidupimu sampai ayah lepas tanggung jawab saat pernikahanmu nanti."

"Ayah ini bicara apa? Aku bahagia, sangat bahagia," kataku lirih.

Suaraku terhenti di kerongkongan, sakit.

Jika hati boleh jujur, aku ingin pulang. Ya, pulang. Tapi sayang, jalan kehidupan yang tetap menahanku di sini, di negeri orang. Tapi aku janji pada diri sendiri, apapun keadaanku di sini, adalah pilihan hidupku. Ayah hanya berhak mendengar kabar baik dariku. Selebihnya, hanya aku dan Tuhan yang tahu. Karena terkadang, kejujuran hati tidak harus dikatakan jika akan menyakitkan. Selama kita mampu memendam rasa itu, disimpan dan diam mungkin lebih baik.

Mungkin, aku adalah satu dari ribuan anak yang sedang merindukan sosok ayah pagi ini. Jika esok matahari mampu kulihat kembali? Aku ingin berteriak pada alam, pada dunia, jika aku bahagia. Agar teriakanku didengar ayah, lewat jeritan alam yang setiap detik waktu berdendang dalam kebisuan.

"Ayah, apapun keadaanku di sini. Bahagiamu adalah impianku."

Hanya kata-kata itu yang mampu membuatku semangat. Aku tahu ayahku kini menua, lapuk dalam ketidakberdayaan. Hanya ibu yang setia di sampingnya. Menyeduhkan kopi dan memberinya singkong rebus setiap pagi.
Dan jika aku adalah bintang, aku akan selalu ada di awan. Bersinar, dan terang apapun yang terjadi. Dan itu alasan ayah memberiku nama Bintang.

Jassy Ae

Taipei, 06 Juni 2016

1 komentar: